TUGAS PPKN
Nama : ZIAN RATU AJI
kelas : XI PI
Materi : Bab 2
UNDANG UNDANG DASAR NEGARA REPUPLIK INDONESIA
TAHUN 1945
A. PRODUK PERATURAN PERUNDANG UNDANGAN
1. Ide pendiri tentang konstitusi
Konstitusi dalam arti luas terdiri atas konstitusi tertulis dan konstitusi tidak tertulis. Konstitusi tertulis dapat berupa hukum dasar tertulis, yaitu undang-undang dasar (UUD). Adapun konstitusi tidak tertulis dapat berupa konvensi (kebiasaan ketatanegaraan yang sering timbul dalam sebuah negara).
Proses perumusan UUD untuk Negara Indonesia dilakukan sebelum Indonesia merdeka oleh Dokuritsu Junbi Coosakai atau Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPK). Secara khusus, rancangan UUD dibahas oleh BPUPK pada sidang keduanya tanggal 10-16 Juli 1945.
Setelah menyelesaikan tugasnya pada 7 Agustus 1945, BPUPK dibubarkan. Selanjutnya, dibentuk Dokuritsu Junbi Inkai atau Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Ada beberapa tugas PPKI, yaitu meresmikan Pembukaan (Preambul) dan Batang Tubuh UUD NRI Tahun 1945, mempersiapkan pemindahan kekuasaan dari pihak pemerintah pendudukan militer Jepang kepada bangsa Indonesia, serta mempersiapkan segala sesuatu yang berhubungan dengan masalah ketatanegaraan bagi Negara Indonesia. Dengan demikian, pada dasarnya PPKI melanjutkan pekerjaan yang telah dirintis oleh BPUPK.
Pada 18 Agustus 1945, PPKI menggelar sidang pertamanya. Salah satu agendanya adalah menetapkan dan mengesahkan Rancangan UUD. Proses pengesahan UUD berlangsung singkat, yaitu kurang lebih dua jam. Singkatnya proses pengesahan UUD tersebut karena rancangan UUD telah dirumuskan sebelumnya oleh BPUPK. Selain itu, faktor semangat persatuan dan kesatuan untuk segera membentuk undang-undang dasar membuat sidang tersebut berjalan lancar. Para anggota sidang membahas rancangan undang-undang dasar secara cermat dan teliti dalam suasana rasa kekeluargaan, saling menghargai, dan penuh tanggung jawab demi persatuan dan kesatuan.
2. Makna produk peraturan perundang undangan
UUD atau konstitusi mutlak diperlukan sebuah negara agar dapat disebut negara hukum. Hal ini karena konstitusi secara klasik adalah alat pembatasan kekuasaan, instrumen dasar perlindungan hak asasi manusia, dan sebagai dasar penyelenggaraan negara. Keberadaan konstitusi seperti konstitusi Negara Indonesia, yaitu UUD NRI Tahun 1945 lantas menjadi pedoman penyusunan norma hukum atau produk peraturan perundang-undangan yang berada di bawahnya.
Terkait produk peraturan perundang-undangan, terdapat pengertian dari beberapa tokoh berikut.
a. Bagir Manan (1987) menyatakan bahwa peraturan perundang-undangan adalah setiap putusan tertulis yang dibuat, ditetapkan, dan dikeluarkan oleh lembaga dan/atau pejabat negara yang mempunyai (menjalankan) fungsi legislatif sesuai dengan tata cara yang berlaku.
b. Soehino (1981) menyatakan bahwa peraturan perundang- undangan memiliki makna sebagai berikut. Pertama, proses atau tata cara pembentukan peraturan perundang- undangan negara dari jenis dan tingkat tertinggi, yaitu undang-undang, sampai yang terendah, yang dihasilkan secara atribusi atau delegasi dari kekuasaan perundang- undangan. Kedua, keseluruhan produk peraturan perundang-undangan tersebut.
c. A. Hamid S. Attamimi (1990) menyebut peraturan perundang-undangan sebagai semua aturan hukum yang dibentuk oleh semua tingkat lembaga dalam bentuk tertentu, dengan prosedur tertentu, biasanya disertai sanksi, dan berlaku umum serta mengikat rakyat.
3. makna hierarki peraturan perundang undangan
Kondisi ideal sebagai negara hukum dapat diwujudkan sebuah negara apabila produk peraturan perundang-undangan dalam sistem hukumnya tersusun secara hierarkis. Konsepsi mengenai hierarki peraturan perundang-undangan tidak terlepas dari teori Hans Kelsen dan Hans Nawiasky. Menurut Kelsen, kaidah hukum merupakan suatu susunan berjenjang karena ada norma yang bersifat inferior dan ada yang bersifat superior. Menurutnya, tiap kaidah hukum yang lebih rendah bersumber dari kaidah yang lebih tinggi dan kesahihan kaidah hukum yang lebih rendah dapat diuji terhadap kaidah hukum yang lebih tinggi. Berdasarkan pandangan Kelsen tersebut, Nawiasky kemudian menyatakan bahwa susunan norma hukum dalam sistem hukum tersusun secara hierarkis berbentuk stupa (Sati, 2019).
Oleh karena tersusun secara hierarkis, terdapat empat asas dalam hierarki peraturan perundang-undangan, yaitu sebagai berikut (Anwar, dkk. 2022).
a. Lex superior derogat legi inferiori. Arti asas ini adalah bahwa peraturan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi. Asas ini berlaku pada dua peraturan yang hierarkinya tidak sederajat dan saling bertentangan.
b. Lex specialis derogat legi generali. Asas ini berarti peraturan yang lebih khusus mengesampingkan peraturan yang lebih umum. Asas ini berlaku pada dua peraturan yang hierarkinya sederajat dengan materi yang sama. rat dh res
c. Lex posterior derogat legi priori. Artinya, peraturan yang baru mengesampingkan peraturan lama. Asas ini diberlakukan saat ada dua peraturan perundang- undangan yang hierarkinya setara. Tujuannya untuk mencegah timbulnya ketidakpastian hukum.
d. Dalam hal menghapus, mencabut, atau mengubah peraturan perundang-undangan, sebuah peraturan perundang-undangan hanya bisa dihapus, dicabut, atau diubah dengan peraturan yang hierarkinya sederajat atau lebih tinggi.
4. peranan peraturan perundang undangan
Peraturan perundang-undangan memiliki peranan yang sangat penting bagi setiap negara karena peraturan perundang-undangan merupakan sebuah tuntutan asas legalitas dan merupakan salah satu ciri dari negara hukum. Pada dasarnya, peraturan perundang-undangan dipandang sebagai pedoman, dan arahan bagi negara untuk melaksanakan suatu rencana yang telah dibuat.
Bagir Manan menyatakan bahwa peraturan perundang- undangan memiliki peranan yang sangat penting bagi Negara Indonesia karena beberapa alasan, yaitu sebagai berikut.
a. Peraturan perundang-undangan merupakan kaidah hukum yang mudah dikenali (diidentifikasi), mudah ditemukan kembali, dan mudah ditelusuri. Hal ini karena sebagai kaidah hukum tertulis, bentuk, jenis, tempat, dan pembuatnya jelas.
b. Peraturan perundang-undangan memberikan kepastian hukum yang lebih nyata karena kaidah-kaidah dalam peraturan perundang-undangan mudah diidentifikasi dan ditemukan kembali.
c. Adanya struktur dan sistematika yang lebih jelas sehingga memungkinkan untuk diperiksa dan diuji kembali, baik dari segi formal maupun segi materi muatannya.
d. Pembentukan dan pengembangan peraturan perundang- undangan dapat direncanakan. Faktor ini sangat penting bagi negara-negara yang sedang membangun, termasuk membangun sistem hukum baru yang sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan masyarakat.
5. fungsi peraturan perundang undangan
Peraturan perundang-undangan memiliki beberapa fungsi. Menurut Bagir Manan, ada dua fungsi peraturan perundang- undangan, yaitu fungsi internal dan eksternal.
a. Fungsi internal berkaitan dengan keberadaan peraturan perundang-undangan dalam sistem hukum suatu negara. Secara internal, peraturan perundang-undangan memiliki empat fungsi, yaitu:
1) fungsi penciptaan hukum;
2) fungsi pembaharuan hukum;
3) fungsi integrasi; dan
4) fungsi kepastian hukum.
b. Fungsi eksternal berkaitan dengan keberadaan peraturan perundang-undangan dalam hubungannya dengan lingkungan berlakunya. Fungsi ini disebut juga fungsi sosial hukum, yaitu sebagai berikut.
1) fungsi perubahan;
2) fungsi stabilisasi; dan
3) fungsi kemudahan.
Selain itu, Ann Seidman menyatakan bahwa peraturan perundang-undangan berfungsi sebagai sistem hukum dan berpengaruh pada pola perilaku. Untuk itu, menurutnya fungsi peraturan perundang-undangan adalah sebagai:
a. pernyataan efektif dari suatu kebijakan yang dibuat oleh pemerintah; dan
b. sebuah langkah penting bagi suatu negara dalam upaya perubahan perilaku.
6. jenis dan hierarki peraturang perundang undangan di indonesia
Negara Indonesia adalah negara hukum. Hal ini tertera dalam Pasal 1 Ayat (3) UUD NRI Tahun 1945, yaitu "Negara Indonesia adalah negara hukum". Oleh karena statusnya sebagai negara hukum, dalam Pasal 27 Ayat (1) UUD NRI Tahun 1945 dinyatakan bahwa "Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu, dengan tidak ada kecualinya." Dengan demikian, penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia berdasarkan hukum. Artinya, ada pengakuan hak asasi manusia, asas legalitas, serta peradilan yang bebas dan tidak memihak (supremasi hukum).
Untuk mencapai kondisi tersebut, diperlukan sistem hukum yang jelas berupa produk peraturan perundang-undangan. Produk peraturan perundang-undangan dalam sistem hukum nasional harus tersusun secara hierarkis. Di Indonesia, jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan saat ini diatur dalam UU RI No. 12 Tahun 2011 sebagaimana telah diubah dengan UU RI No. 13 Tahun 2022 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011. Sebelum diatur oleh UU tersebut, terdapat beberapa peraturan yang pernah mengatur jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan di Indonesia. Jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan Indonesia berdasarkan peraturan yang pernah berlaku
7. Materi Muatan peraturan perundang undangan
Produk peraturan perundang-undangan memiliki ruang lingkup materi yang berbeda antara satu dengan yang lainnya. Materi muatan tiap peraturan dapat dicermati pada bagian ini.
a. UUD NRI Tahun 1945
UUD NRI Tahun 1945 merupakan dasar hukum tertinggi di Indonesia yang dijadikan sebagai acuan dalam pembuatan peraturan-peraturan lain di bawahnya. UUD NRI Tahun 1945 telah mengalami satu kali perubahan yang dilakukan dalam empat tahap. Perubahan tahap pertama dilakukan pada tahun 1999. Perubahan tahap kedua dilakukan pada tahun 2000. Perubahan tahap ketiga dilakukan pada tahun 2001. Perubahan tahap keempat dilakukan pada tahun 2002.
Muatan materi yang terkandung dalam UUD NRI Tahun 1945 adalah sebagai berikut.
1) Ketentuan-ketentuan tentang susunan organisasi negara dan pemerintahan.
2) Ketentuan-ketentuan tentang rakyat.
3) Ketentuan yang berkaitan dengan identitas negara, seperti bahasa, lambang, dan bendera.
4) Jaminan terhadap hak-hak asasi manusia dan hak serta kewajiban sebagai warga negara
5) Susunan ketatanegaraan suatu negara yang bersifat fundamental.
6) Pembagian dan pembatasan kekuasaan atau tugas ketatanegaraan yang bersifat fundamental.
b. Ketetapan MPR
Ketetapan MPR adalah salah satu jenis keputusan MPR yang memuat ketentuan yang bersifat pengaturan (regeling) dan mempunyai kekuatan hukum yang mengikat ke dalam dan ke luar MPR, Menurut penjelasan terhadap Pasal 7 Huruf b UU RI No. 12 Tahun 2011 sebagaimana telah diubah dengan UU RI No. 13 Tahun 2022, yang dimaksud dengan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat adalah "Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat yang masih berlaku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 4 Ketetapan MPR RI No. 1/MPR/2003 tentang Peninjauan terhadap Materi dan Status Hukum Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Tahun 1960 sampai dengan Tahun 2002."
c. undang undang / peraturan pemerintah pengganti undang undang
Undang-Undang (UU) merupakan penjabaran langsung dari UUD NRI Tahun 1945 oleh DPR dengan persetujuan presiden. Undang-Undang ditetapkan dalam rangka mencabut, menambah, dan/atau mengganti UU yang sudah ada sebelumnya. Undang-Undang memuat ketentuan mengenai hak dasar atau hak asasi dan kepentingan atau kewajiban rakyat banyak.
Materi muatan yang diatur dengan undang-undang dapat berupa:
1) pengaturan lebih lanjut mengenai ketentuan UUD NRI Tahun 1945;
2) perintah suatu Undang-Undang untuk diatur dengan Undang-Undang;
3) pengesahan perjanjian internasional tertentu;
4) tindak lanjut atas putusan Mahkamah Konstitusi; dan/ atau
5) pemenuhan kebutuhan hukum dalam masyarakat.
Adapun Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) adalah peraturan perundangan yang dikeluarkan oleh presiden karena keadaan genting dan memaksa. Perpu diatur dalam Pasal 22 Ayat (1), (2), dan (3) UUD NRI Tahun 1945 dan memuat ketentuan sebagai berikut.
1) Presiden berhak mengeluarkan Perpu dalam hal ikhwal kegentingan yang memaksa..
2) Perpu harus mendapat persetujuan DPR dalam masa persidangan berikutnya.
3) Jika Perpu tidak mendapat persetujuan DPR, Perpu harus dicabut. Namun, jika Perpu mendapat persetujuan DPR Perpu ditetapkan menjadi undang-undang
d. Peraturan Pemerintah Peraturan Pemerintah (PP)
merupakan peraturan perundang-undangan yang dibuat dan ditetapkan oleh presiden untuk menjalankan undang-undang sebagaimana mestinya. Dengan demikian, cakupan peraturan pemerintah tidak boleh menyimpang dari ketentuan yang tercakup dalam undang-undang. Contoh Peraturan Pemerintah adalah PP RI No. 57 Tahun 2021 tentang Standar Nasional Pendidikan.
e. Peraturan Presiden Peraturan Presiden (Perpres)
adalah peraturan perundang- undangan yang ditetapkan oleh presiden untuk menjalankan perintah peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi atau dalam menyelenggarakan kekuasaan pemerintahan Adapun materi muatan Peraturan Presiden berisi materi yang diperintahkan oleh undang-undang, materi untuk melaksanakan Peraturan Pemerintah, atau materi untuk melaksanakan penyelenggaraan kekuasaan pemerintahan. Contoh Peraturan Presiden adalah Peraturan Presiden RI Nomor 20 Tahun 2015 tentang Badan Pertahanan Nasional.
f. Peraturan Daerah Provinsi Peraturan Daerah Provinsi
adalah peraturan perundang- undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi dengan persetujuan bersama Gubernur Adapun Qanun yang berlaku di Provinsi Aceh, Peraturan Daerah Khusus (Perdasus), serta Peraturan Daerah Provinsi (Perdasi) yang berlaku di Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat termasuk Peraturan Daerah Provinsi. Materi muatan Peraturan Daerah Provinsi dan Peraturan Daerah Kabupaten/ Kota berisi materi muatan dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan serta menampung kondisi khusus daerah dan/atau penjabaran lebih lanjut peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Contoh 2 Peraturan Daerah Provinsi adalah Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 1 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Administrasi Kependudukan di Provinsi Jawa Tengah.
g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota Peraturan Daerah Kabupaten/Kota
adalah peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota dengan persetujuan bersama Bupati/Wali kota. Adapun Qanun yang berlaku di kabupaten/ kota di Provinsi Aceh termasuk Peraturan Daerah Kabupaten/ Kota.
B. PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG UNDANGAN DI INDONESIA
1. Pengertian dan Asas
Pembentukan peraturan perundang-undangan adalah pembuatan peraturan perundang-undangan yang mencakup tahapan perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan pengundangan.
Terdapat beberapa aspek yang harus diperhatikan dalam proses pembentukan peraturan perundang-undangan, yaitu:
a. aspek materiel atau substansial adalah aspek yang berkaitan dengan isi dari suatu peraturan perundang- undangan
b. aspek formal atau prosedural adalah aspek yang berkaitan dengan kegiatan pembentukan peraturan perundang- undangan yang berlangsung di suatu negara.
Dalam memberituk peraturan perundang-undangan, harus dilakukan berdasarkan asas yang baik. Adapun asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik. menurut I. C. van der Villes dalam bukunya yang berjudul Handboek Wetgeving (1987), terdiri atas asas formal dan materiel
a. Asas formal mencakup asas-asas berikut.
1) Asas tujuan yang jelas, yaitu setiap pembentukan peraturan perundang-undangan harus mempunyal tujuan dan manfaat yang jelas.
2) Asas organ/lembaga yang tepat, yaitu setiap peraturan perundang-undangan harus dibuat oleh lembaga atau organ pembentuk peraturan perundang-undangan yang berwenang, dengan demikian peraturan perundang-undangan tersebut dapat dibatalkan atau batal demi hukum jika dibuat oleh lembaga atau organ yang tidak berwenang.
3) Asas perlunya pengaturan, muncul dari sebuah keadaan, yaitu banyak sekali terdapat alternatif untuk menyelesaikan masalah pemerintahan (dalam bidang pengaturan), selain dengan membentuk peraturan perundang-undangan.
4) Asas dapat dilaksanakan, yaitu setiap pembentukan peraturan perundang-undangan harus didasarkan pada perhitungan bahwa peraturan perundang- undangan yang dibentuk nantinya dapat berlaku secara efektif di masyarakat karena telah mendapat dukungan, baik secara filosofis, yuridis, maupun sosiologis sejak tahap penyusunannya.
5) Asas konsensus, mengindikasikan adanya sebuah kesepakatan bersama antara rakyat dan pemerintah.
b. Asas materiel pembentukan peraturan perundang- undangan terdiri atas:
1) asas terminologi dan sistematika yang benar;
2) asas dapat dikenali;
3) asas perlakuan yang sama dalam hukum;
4) asas kepastian hukum;
5) asas pelaksanaan hukum sesuai dengan keadaan individual; dan
6) asas harus menghormati harapan yang wajar.
Asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan juga tercantum dalam UU RI No. 12 Tahun 2011 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 13 Tahun 2022. Dalam membentuk peraturan perundang-undangan harus dilakukan berdasarkan asas-asas berikut.
a. Asas kejelasan tujuan, yaitu setiap pembentukan peraturan perundang-undangan harus mempunyai tujuan jelas yang hendak dicapai.
b. Asas kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat, yaitu setiap jenis peraturan perundang-undangan harus dibuat oleh lembaga negara atau pejabat pembentuk peraturan perundang-undangan yang berwenang. Peraturan perundang-undangan tersebut dapat dibatalkan atau batal demi hukum jika dibuat oleh lembaga negara atau pejabat yang tidak berwenang.
c. Asas kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi muatan, yaitu dalam pembentukan peraturan perundang-undangan harus memperhatikan materi muatan yang tepat sesuai dengan jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan.
d. Asas dapat dilaksanakan, yaitu setiap pembentukan peraturan perundang-undangan harus memperhitungkan efektivitas peraturan perundang-undangan tersebut di dalam masyarakat, baik secara filosofis, sosiologis, maupun yuridis.
e. Asas kedayagunaan dan kehasilgunaan, yaitu setiap peraturan perundang-undangan dibuat karena sungguh dibutuhkan dan bermanfaat untuk mengatur kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
f. Asas kejelasan rumusan, yaitu setiap peraturan perundang-undangan harus memenuhi persyaratan teknis penyusunan peraturan perundang-undangan, sistematika, pilihan kata atau istilah, serta bahasa hukum yang jelas dan mudah dimengerti sehingga tidak menimbulkan berbagai macam interpretasi dalam pelaksanaannya.
g. Asas keterbukaan, yaitu dalam pembentukan peraturan perundang-undangan mulai dari perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan pengundangan bersifat transparan dan terbuka. Dengan demikian, seluruh lapisan masyarakat mempunyai
Adapun materi muatan peraturan perundang-undangan harus mencerminkan asas-asas berikut.
a. Pengayoman, yaitu setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus berfungsi memberikan perlindungan untuk menciptakan ketenteraman masyarakat.
b. Kemanusiaan, yaitu setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus mencerminkan perlindungan dan penghormatan hak asasi manusia serta harkat dan martabat setiap warga negara dan penduduk Indonesia secara proporsional.
c. Kebangsaan, yaitu setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus mencerminkan sifat dan watak bangsa Indonesia yang majemuk dengan tetap menjaga prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia.
d. Kekeluargaan, yaitu setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus mencerminkan musyawarah untuk mencapai mufakat dalam setiap pengambilan keputusan.
e. Kenusantaraan, yaitu setiap materi muatan peraturan perundang-undangan senantiasa memperhatikan kepentingan seluruh wilayah Indonesia dan materi muatan peraturan perundang-undangan yang dibuat di daerah merupakan bagian dari sistem hukum nasional yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
f. Bhinneka Tunggal Ika, yaitu materi muatan peraturan perundang-undangan harus memperhatikan keragaman penduduk, agama, suku dan golongan, kondisi khusus daerah serta budaya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
g. Keadilan, yaitu setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus mencerminkan keadilan secara proporsional bagi setiap warga negara.
h. Kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan, yaitu setiap materi muatan peraturan perundang- undangan tidak boleh memuat hal yang bersifat membedakan berdasarkan latar belakang, antara lain, agama, suku, ras, golongan, gender, atau status sosial.
i. Ketertiban dan kepastian hukum, yaitu setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus dapat mewujudkan ketertiban dalam masyarakat melalui jaminan kepastian hukum.
J. Keseimbangan, keserasian, dan keselarasan, yaitu setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus mencerminkan keseimbangan, keserasian, dan keselarasan, antara kepentingan individu, masyarakat, serta kepentingan bangsa dan negara.
2. Proses Pembentukan Peraturan Perundang. undangan
a. UUD NRI Tahun 1945
Dalam proses perumusan UUD NRI Tahun 1945, awalnya, diajukan rancangan UUD yang kemudian dibahas dalam sidang BPUPK. Setelah itu, rancangan UUD tersebut ditetapkan sebagai UUD NRI Tahun 1945 pada tanggal 18 Agustus 1945 oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI).
UUD NRI Tahun 1945 bukanlah sebuah peraturan yang tidak dapat diubah. Sesuai Pasal 3 Ayat (1) UUD NRI Tahun 1945, Majelis Permusyawaratan Rakyat berwenang menetapkan dan mengubah UUD NRI Tahun 1945. Adapun Pasal 37 UUD NRI Tahun 1945 menjelaskan tata cara perubahan sebagai berikut.
1) Usul perubahan pasal-pasal Undang-Undang Dasar dapat diagendakan dalam sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat jika diajukan oleh sekurang-kurangnya 1/3 dari jumlah anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat.
2) Setiap usul perubahan pasal-pasal Undang-Undang Dasar diajukan secara tertulis dan ditunjukkan dengan jelas bagian yang diusulkan untuk diubah beserta alasannya.
3) Untuk mengubah pasal-pasal Undang-Undang Dasar, sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat.
4) Putusan untuk mengubah pasal-pasal Undang-Undang Dasar dilakukan dengan persetujuan sekurang-kurangnya lima puluh persen ditambah satu anggota dari seluruh anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat.
5) Khusus mengenai bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia, tidak dapat dilakukan perubahan.
b. Ketetapan MPR (Tap MPR)
Penyusunan ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat dilakukan melalui empat tingkat pembicaraan sebagai berikut.
1) Tingkat I, yaitu pembahasan oleh Badan Pekerja MPR terhadap bahan-bahan yang masuk dan hasil dari pembahasan tersebut merupakan Rancangan Ketetapan/ Keputusan MPR sebagai bahan pokok pembicaraan tingkat II.
2) Tingkat II, yaitu pembahasan oleh rapat paripurna MPR yang didahului oleh penjelasan pimpinan dan dilanjutkan dengan pandangan umum fraksi-fraksi.
3) Tingkat III, yaitu pembahasan oleh komisi/panitia ad hoc MPR terhadap semua hasil pembicaraan tingkat I dan II. Hasil pembahasan pada tingkat III ini merupakan Rancangan Ketetapan/Keputusan MPR.
4) Tingkat IV, yaitu pengambilan keputusan oleh rapat paripurna MPR setelah mendengar laporan dari pimpinan komisi/panitia, ad hoc MPR dan jika perlu dengan kata terakhir dari fraksi-fraksi. c. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (UU/Perpu) Rancangan undang-undang dapat berasal dari DPR atau presiden. Rancangan undang-undang tertentu juga dapat berasal dari DPD. Rancangan undang-undang yang berasal
c. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (UU/Perpu)
Rancangan undang-undang dapat berasal dari DPR atau presiden. Rancangan undang-undang tertentu juga dapat berasal dari DPD. Rancangan undang-undang yang berasal dari DPR, presiden, atau DPD harus disertai naskah akademik, kecuali bagi rancangan undang-undang mengenal:
1) Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara;
2) penetapan peraturan pemerintah pengganti undang- undang menjadi undang-undang;
3) pencabutan undang-undang atau pencabutan peraturan pemerintah pengganti undang-undang. Pembentukan undang-undang yang diajukan oleh Presiden, DPR, atau DPD dilakukan berdasarkan ketentuan sebagai berikut.
1) Rancangan Undang-Undang dari DPR
Rancangan undang-undang dari DPR diajukan oleh anggota DPR, komisi, gabungan komisi, atau alat kelengkapan DPR yang khusus menangani bidang legislasi atau DPD. Proses pembuatan undang-undang apabila rancangan diusulkan oleh DPR adalah sebagai berikut.
a) Rancangan undang-undang dari DPR disampaikan dengan surat pimpinan DPR kepada presiden.
b) Presiden menugasikan menteri yang mewakili untuk membahas rancangan undang-undang bersama DPR dalam jangka waktu paling lama 60 (enam puluh) hari terhitung sejak surat pimpinan DPR diterima. Menteri yang ditugaskan kemudian mengoordinasikan persiapan pembahasan dengan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum.
c) Apabila rancangan undang-undang disetujui bersama DPR dan presiden, selanjutnya disahkan oleh presiden menjadi undang-undang.
2) Rancangan Undang-Undang dari Presiden
Rancangan undang-undang yang diajukan oleh presiden disiapkan oleh menteri atau pimpinan lembaga pemerintah nonkementerian sesuai dengan lingkup tugas dan tanggung jawabnya. Dalam penyusunan rancangan undang-undang, menteri atau pimpinan lembaga pemerintah nonkementerian terkait membentuk panitia antarkementerian dan/atau antarnonkementerian. Proses pembuatan undang-undang apabila rancangan diusulkan oleh presiden adalah sebagai berikut.
a) Rancangan undang-undang dari presiden diajukan dengan surat presiden kepada pimpinan DPR. Surat presiden tersebut memuat penunjukan menteri yang ditugasi mewakili presiden dalam melakukan pembahasan rancangan undang-undang bersama DPR.
b) DPR mulai membahas rancangan undang-undang dalam jangka waktu paling lama 60 (enam puluh) hari terhitung sejak surat Presiden diterima.
c) Apabila rancangan undang-undang disetujui bersama DPR dan presiden, selanjutnya disahkan oleh presiden menjadi undang-undang.
3) Rancangan Undang-Undang dari DPD
Rancangan undang-undang dari DPD disampaikan secara tertulis oleh pimpinan DPD kepada pimpinan DPR dan harus disertai naskah akademik. Proses pembuatan undang-undang apabila rancangan diusulkan oleh DPD adalah sebagai berikut.
a) DPD mengajukan usul rancangan undang-undang kepada DPR secara tertulis..
b) DPR membahas rancangan undang-undang yang diusulkan oleh DPD melalui alat kelengkapan DPR.
c) DPR mengajukan rancangan undang-undang secara tertulis kepada presiden.
d) Presiden memberi tugas kepada menteri terkait untuk membahas rancangan undang-undang bersama DPR.
e) Apabila rancangan undang-undang disetujui bersama DPR dan presiden, selanjutnya disahkan oleh presiden menjadi undang-undang.
Rancangan undang-undang yang diajukan oleh DPD adalah rancangan undang-undang yang berkaitan dengan:
a) otonomi daerah;
b) hubungan pusat dan daerah;
c) pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah;
d) pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya;
e) perimbangan keuangan pusat dan daerah.
d. Peraturan Pemerintah (PP)
Tahapan penyusunan Peraturan Pemerintah adalah sebagai berikut.
1) Rancangan Peraturan Pemerintah berasal dari kementerian dan/atau lembaga pemerintah nonkementerian sesuai dengan bidang tugasnya.
2) Pembentukan panitia antarkementerian dan/atau lembaga pemerintah bukan kementerian untuk menyusun rancangan penyusunan Peraturan Pemerintah.
3) Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum mengoordinasikan rancangan PP tersebut.
4) Perencanaan penyusunan Peraturan Pemerintah kemudian ditetapkan dengan keputusan presiden.
e. Peraturan Presiden
Sejatinya, pembentukan Peraturan Presiden tidak melibatkan DPR, tetapi melibatkan menteri. Proses penyusunan Peraturan Presiden berdasarkan Pasal 55 UU RI No. 12 Tahun 2011 sebagaimana telah diubah dengan UU RI No. 13 Tahun 2022 adalah:
1) pembentukan panitia antarkementerian dan/atau lembaga pemerintah nonkementerian oleh pengusul;
2) pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi rancangan;
3) Peraturan Presiden dikoordinasikan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum; ang an
4) pengesahan dan penetapan oleh presiden.
f. Peraturan Daerah Provinsi (Perda Provinsi)
Rancangan Perda Provinsi dapat diusulkan oleh DPRD Provinsi atau gubernur. Adapun proses penyusunan peraturan daerah provinsi berdasarkan UU RI No. 12 Tahun 2011 sebagaimana telah diubah dengan UU RI No. 13 Tahun 2022 sebagai berikut.
1) Apabila rancangan diusulkan oleh DPRD Provinsi, proses penyusunan adalah sebagai berikut.
a) DPRD Provinsi mengajukan rancangan Perda kepada gubernur secara tertulis.
b) DPRD Provinsi bersama gubernur membahas rancangan Perda Provinsi.
c) Apabila rancangan Perda memperoleh persetujuan bersama, maka disahkan oleh gubernur menjadi Perda Provinsi.
2) Apabila rancangan diusulkan oleh gubernur, maka proses penyusunan adalah sebagai berikut.
a) Gubernur mengajukan rancangan Perda kepada DPRD Provinsi secara tertulis.
b) DPRD Provinsi bersama gubernur membahas rancangan Perda Provinsi.
c) Apabila rancangan Perda memperoleh persetujuan bersama, maka disahkan oleh gubernur menjadi Perda Provinsi.
g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota (Perda Kabupaten/ Kota)
Rancangan Perda Kabupaten/Kota dapat diusulkan oleh DPRD Kabupaten/Kota atau bupati/wali kota. Adapun proses penyusunan Peraturan Daerah Kabupaten/kota berdasarkan no but ia UU RI No. 12 Tahun 2011 sebagaimana telah diubah dengan UU RI No. 13 Tahun 2022 sebagai berikut.
1) Apabila rancangan diusulkan oleh DPRD Kabupaten/Kota, maka proses penyusunan adalah sebagai berikut.
a) DPRD Kabupaten/Kota mengajukan rancangan Perda kepada bupati/wali kota secara tertulis.
b) DPRD Kabupaten/Kota bersama bupati/wali kota membahas rancangan Perda Kabupaten/Kota.
c) Apabila rancangan Perda memperoleh persetujuan bersama, maka disahkan oleh bupati/wali kota menjadi Perda Kabupaten/Kota.
2) Apabila rancangan diusulkan oleh bupati/wali kota, maka proses penyusunan sebagai berikut.
a) Bupati/wali kota mengajukan rancangan Perda kepada DPRD Kabupaten/Kota secara tertulis.
b) DPRD Kabupaten/Kota bersama bupati/wali kota membahas rancangan Perda Kabupaten/Kota.
c) Apabila rancangan Perda memperoleh persetujuan bersama, maka disahkan oleh bupati/wali kota menjadi Perda Kabupaten/Kota.
C. HUBUNGAN ANTARPELAJAR PERUNDANG UNDANGAN
1. Permasalahan Antarperaturan Perundang-undangan
Di dalam kehidupan suatu negara, peraturan perundang- undangan memiliki fungsi vital. Peraturan perundang- undangan mempengaruhi tertib dan tidak tertibnya masyarakat. Hal ini karena peraturan perundang-undangan disusun untuk membentuk tatanan sosial yang tertib sesuai cita-cita ideal masyarakat.
Tatanan sosial masyarakat yang ideal sejatinya didesain oleh peraturan perundang-undangan yang terdapat di masyarakat. Contohnya, UU RI No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan mengatur segala sesuatu terkait lalu lintas dan angkutan jalan di Indonesia. Hadirnya peraturan perundang-undangan ini mendorong keteraturan berlalu lintas di Indonesia. Misalnya, aturan pada Pasal 294 UU RI No. 22 Tahun 2009 mengenai kewajiban memberikan isyarat dengan lampu penunjuk arah atau isyarat tangan bagi setiap pengemudi kendaraan bermotor yang akan membelok arah atau berbalik arah. Pengemudi yang melanggarnya akan dikenai pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak Rp250.000,00.
2. Keselarasan Peraturan Perundang-undangan
Masih terkait hubungan antarperaturan perundang- undangan, Sadiawati, dkk, dalam bukunya, Kajian Reformasi Regulasi di Indonesia (2019), juga mencatat ketidakselarasan peraturan perundang-undangan di Indonesia. Sadiawati, dkk., yang tergabung dalam lembaga Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK), bekerja sama dengan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) selama tahun 2018-2019 melakukan studi mengenai reformasi regulasi atau peraturan perundang-undangan. Hasilnya dituangkan dalam Kajian Reformasi Regulasi di Indonesia (2019) dan menjadi bahan masukan dalam menyusun Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Periode 2019-2024.
3. Menganalisis Peraturan Perundang-undangan
Di Negara Indonesia, segala peraturan tidak boleh bertentangan dengan Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum negara dan UUD NRI Tahun 1945 sebagai hukum dasar bagi peraturan perundang-undangan. Kedua hal tersebut tercantum dengan jelas pada Pasal 2 dan Pasal 3 Ayat (1) UU RI No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan sebagaimana telah diubah dengan UU RI No. 13 Tahun 2022 tentang Perubahan Kedua atas Undang Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.
Adapun kaitan antara UUD NRI Tahun 1945 dan peraturan peraturan di bawahnya dapat dilihat pada Penjelasan UUD NRI Tahun 1945 berikut.
"Maka telah cukup jikalau Undang-Undang Dasar hanya memuat aturan-aturan pokok, hanya memuat garis-garis besar sebagai instruksi kepada Pemerintah Pusat dan lain-lain penyelenggara Negara untuk menyelenggarakan kehidupan Negara dan kesejahteraan sosial. Terutama bagi negara baru dan negara muda, lebih baik hukum dasar yang tertulis itu hanya memuat aturan-aturan pokok, sedang aturan-aturan yang menyelenggarakan aturan-aturan pokok itu diserahkan kepada undang-undang yang lebih mudah caranya membuat mengubah, dan mencabut."
a. Penyesuaian melalui Perubahan Peraturan Perundang- undangan
Perubahan peraturan perundang-undangan adalah proses yang dilakukan dengan menyisipkan atau menambah materi ke dalam peraturan perundang-undangan, atau dengan menghapus/mengganti sebagian materi peraturan perundang-undangan yang telah ada sebelumnya. Perubahan peraturan perundang-undangan dapat dilakukan terhadap seluruh atau sebagian buku, bab, bagian, paragraf, pasal, dan/atau ayat, kata, frasa, istilah, kalimat, angka, dan/atau tanda baca. Perubahan peraturan umumnya dilakukan dengan menerbitkan peraturan yang tingkatnya sama dalam hierarki dengan peraturan yang diubah.
b. Ketidaksesuaian Peraturan Perundang-undangan
Bentuk ketidaksesuaian antarperaturan perundang- undangan dapat berupa materi produk peraturan perundang- undangan yang lebih rendah bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Materi yang telah ditetapkan dan diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, misalnya UU yang bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945, akan dilakukan judicial review atau pengujian oleh Mahkamah Konstitusi. Keputusan berdasarkan hasil pengujian dapat berupa pembatalan terhadap UU yang telah ditetapkan tersebut.
D. PERILAKU YANG SESUAI PERATURAN
Sebagai warga Negara Indonesia, kita harus menaati segala peraturan yang telah dihasilkan lembaga-lembaga negara. Ketidakpatuhan warga negara terhadap aturan hukum menjadikan aturan hukum dapat menjadi tidak efektif. Sebaik apa pun suatu peraturan perundang-undangan akan menjadi sia-sia jika tidak dipatuhi oleh setiap warga negara. Oleh karena itu, setiap warga negara harus patuh terhadap semua peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Contoh sikap patuh terhadap peraturan perundang- undangan adalah sebagai berikut. Melaksanakan setiap peraturan yang berlaku.
1. melaksanakan setiap peraturan yang berlaku
2. Menjalankan tugas dan kewajiban sesuai dengan peraturan yang berlaku.
3. Mendukung setiap upaya untuk memperbaiki keadaan sesuai peraturan.
4. Melaporkan kepada pihak yang berwenang jika ada suatu pelanggaran terhadap aturan.
5. Mematuhi peraturan lalu lintas, seperti berkendara di lajur yang benar, tidak menerobos lampu merah, dan memakai atribut keselamatan berkendara.
1. Lingkungan Keluarga
Perilaku patuh terhadap perundang-undangan di lingkungan keluarga, antara lain sebagai berikut.
a. Bersikap sopan dan santun dalam lingkungan keluarga.
b. Menjaga nama baik dan kehormatan keluarga.
c. Menggunakan fasilitas keluarga dengan tertib.
d. Menjauhi perilaku buruk yang merugikan diri dan keluarga.
e. Mematuhi nasihat orang tua.
2. Lingkungan Sekolah
Perilaku patuh terhadap perundang-undangan di lingkungan sekolah, antara lain sebagai berikut.
a. Disiplin waktu masuk sekolah, pulang sekolah, upacara, dan menyelesaikan tugas.
b. Mengenakan pakaian seragam sekolah sesuai dengan peraturan yang berlaku.
c. Tekun belajar.
d. Menjaga kebersihan sekolah.
e. Membuang sampah pada tempatnya.
f. Berperilaku baik dan sopan, serta tidak merokok.
g. Mengerjakan pekerjaan rumah.
3. Lingkungan Masyarakat
Perilaku patuh terhadap perundang-undangan di lingkungan masyarakat, antara lain sebagai berikut.
a Tidak berbuat onar.
b. Menghormati tata cara adat kebiasaan setempat.
c. Menjaga nama baik masyarakat.
d. Peduli terhadap aturan yang berlaku di masyarakat.
e. Melaksanakan hasil musyawarah di lingkungan masing- masing.
4. Lingkungan Negara
Perilaku patuh terhadap perundang-undangan di lingkungan negara, antara lain sebagai berikut.
a. Taat dan tepat waktu membayar pajak.
b. Mematuhi aturan ataupun rambu-rambu lalu lintas.
c. Mengendarai kendaraan dengan surat izin mengemudi.
d. Menyeberang jalan di tempat penyeberangan.
e. Menjaga nama baik negara dan bangsa.
f. Menjaga rahasia negara.
g. Melaksanakan perundang-undangan yang berlaku, baik tertulis maupun yang tidak tertulis.
Komentar
Posting Komentar